Ayyub ‘alaihis salam adalah seorang nabi yang mulia
yang nasabnya sampai kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
وَمِن ذُرِّيَتِهِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Dan kepada sebagian dari keturunannya (Ibrahim) Yaitu
Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al An’aam: 84)
Sebelumnya Nabi Ayyub memiliki
harta yang banyak dengan bermacam jenisnya, seperti: hewan ternak, budak,
dan tanah. Ia juga memiliki istri yang saleh dan keturunan yang baik. Allah
Subhanahu wa Ta’ala ingin mengujinya, dan Allah apabila mencintai
suatu kaum, maka Dia menguji mereka, barangsiapa yang ridha dengan ujian
tersebut, maka dia mendapatkan keridhaan-Nya dan barangsiapa yang marah
terhadap ujian tersebut, maka dia mendapatkan kemurkaan-Nya (sebagaimana
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2110).
Ayyub adalah orang yang sabar dalam menghadapi ujian
tersebut, hartanya yang banyak habis, anak-anaknya meninggal dunia, semua
ternaknya binasa, dan Nabi Ayyub ‘alaihis salam sendiri
menderita penyakit yang sangat berat, tidak ada satu pun dari anggota
badannya kecuali terkena penyakit selain hati dan lisannya yang ia gunakan
untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam menghadapi musibah itu, ia tetap bersabar dan
mengharap pahala, serta berdzikir di malam dan siang, pagi dan petang.
Hari pun berlalu, namun tidaklah berlalu hari itu kecuali
penderitaan Ayyub semakin berat, dan saat penderitaan yang dialaminya
semakin berat, maka kerabatnya menjauhinya, demikian pula kawan-kawannya,
tinggallah istrinya yang sabar mengurusnya dan memenuhi haknya. Istrinya
terus mengurusnya, dan memenuhi keperluannya, sampai ia rela bekerja dengan
upah tidak seberapa untuk menafkahi suaminya.
Ayyub terus merasakan sakitnya, namun ia tetap sabar sambil
mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, memuji-Nya dan
bersyukur kepada-Nya, sehingga jadilah Ayyub sebagai imam dan teladan dalam
kesabaran.
Abu Ya’la dan Al Bazzar meriwayatkan dari Anas bin Malik,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ أَيُّوبَ كَانَ فِي بَلَائِهِ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ سَنَةً، فَرَفَضَهُ الْقَرِيبُ وَالْبَعِيدُ إِلَّا رَجُلَانِ مِنْ إِخْوَانِهِ، كَانَا مِنْ أَخَصِّ إِخْوَانِهِ كَانَا يَغْدُوَانِ إِلَيْهِ وَيَرُوحَانِ إِلَيْهِ، فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: تَعْلَمُ وَاللَّهِ لَقَدْ أَذْنَبَ أَيُّوبُ ذَنْبًا مَا أَذَنَبَهُ أَحَدٌ. قَالَ صَاحِبُهُ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: مُنْذُ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ سَنَةً لَمْ يَرْحَمْهُ اللَّهُ فَيَكْشِفُ اللَّهُ عَنْهُ. فَلَمَّا رَاحَا إِلَيْهِ، لَمْ يَصْبِرِ الرَّجُلُ حَتَّى ذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، قَالَ أَيُّوبُ: مَا أَدْرِي مَا تَقُولُ، إِلَّا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ أَنِّي كُنْتُ أَمُرُّ عَلَى الرَّجُلَيْنِ يَتَنَازَعَانِ فَيَذْكُرَانِ اللَّهَ، فَأَرْجِعُ إِلَى بَيْتِي فَأُكَفِّرُ عَنْهُمَا، كَرَاهِيَةَ أَنْ يُذْكَرَ اللَّهُ إِلَّا فِي حَقٍّ. قَالَ: وَكَانَ يَخْرُجُ إِلَى حَاجَتِهِ، فَإِذَا قَضَى حَاجَتَهُ أَمْسَكَتِ امْرَأَتُهُ بِيَدِهِ حَتَّى يَبْلُغَ، فَلَمَّا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَبْطَأَ عَلَيْهَا، وَأُوحِيَ إِلَى أَيُّوبَ فِي مَكَانِهِ أَنِ {ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ} [ص: 42] فَاسْتَبْطَأَتْهُ فَتَلَقَّتْهُ يَنْتَظِرُوا، وَأَقْبَلَ عَلَيْهَا قَدْ أَذْهَبَ اللَّهُ مَا بِهِ مِنَ الْبَلَاءِ وَهُوَ عَلَى أَحْسَنِ مَا كَانَ، فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ: أَيْ بَارَكَ اللَّهُ فِيكَ، هَلْ رَأَيْتَ نَبِيَّ اللَّهِ هَذَا الْمُبْتَلَى؟ وَوَاللَّهِ عَلَى ذَلِكَ مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَشْبَهَ بِهِ مُذْ كَانَ صَحِيحًا مِنْكَ. قَالَ: فَإِنِّي أَنَا هُوَ. وَكَانَ لَهُ أَنْدَرَانِ: أَنْدَرُ لِلْقَمْحِ وَأَنْدَرُ لِلشَّعِيرِ، فَبَعَثَ اللَّهُ سَحَابَتَيْنِ، فَلَمَّا كَانَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى أَنْدَرِ الْقَمْحِ فَرَّغَتْ فِيهِ الذَّهَبَ حَتَّى فَاضَ، وَأَفْرَغَتِ الْأُخْرَى عَلَى أَنْدَرِ الشَّعِيرِ الْوَرِقَ حَتَّى فَاضَ» “.(قال الهيثمي: رَوَاهُ أَبُو يَعْلَى وَالْبَزَّارُ، وَرِجَالُ الْبَزَّارِ رِجَالُ الصَّحِيحِ).
“Sesungguhnya Nabi Allah Ayyub mendapat cobaan selama
delapan belas tahun, sehingga orang dekat dan jauhnya menjauhinya selain
dua orang saudara akrabnya yang sering menjenguk di pagi dan sore.
Lalu salah satunya berkata kepada yang lain, “Engkau tahu, demi
Allah, dia telah melakukan dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang
pun.” Kawannya berkata, “Dosa apa itu?” Ia menjawab, “Sudah delapan belas
tahun Allah tidak merahmatinya dengan menghilangkan cobaan itu.”
Saat keduanya menjenguknya di sore hari, maka salah satunya
tidak sabar sehingga menyampaikan masalah itu kepadanya. Ayyub berkata,
“Aku tidak tahu apa yang kamu katakan, hanya saja Allah mengetahui bahwa
aku pernah melewati dua orang laki-laki yang bertengkar, lalu keduanya
menyebut nama Allah, kemudian aku pulang ke rumahku dan membayarkan
kaffarat untuk keduanya karena aku tidak suka kedua orang itu menyebut nama
Allah untuk yang tidak hak.”
Beliau juga bersabda, “Nabi Ayyub keluar jika hendak buang
hajat. Apabila ia telah selesai buang hajat, maka istrinya menuntunnya
sampai ke tempat buang hajat. Suatu hari Nabi Ayyub terlambat dari
istrinya, dan diwahyukan kepada Nabi Ayyub di tempatnya, “Hantamkanlah
kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (QS. Shaad:
42)
Istrinya menunggunya cukup lama, dia menjumpai Ayyub sambil
memperhatikannya sedang berjalan ke arahnya, sementara Allah telah
menghilangkan penyakitnya, dan Nabi Ayyub dalam keadaan lebih tampan
daripada sebelumnya. Saat istrinya melihat, istrinya langsung berkata, “Semoga
Allah memberkahimu, apakah engkau melihat Nabi Allah yang sedang diuji ini?
Demi Allah, aku tidak melihat seorang pun yang lebih mirip ketika sehat
daripada kamu?” Ayyub menjawab, “Akulah orangnya.”
Ayyub memiliki dua tumpukan gandum, yang satu untuk gandum
dan yang satu lagi untuk jewawut, lalu Allah mengirimkan dua awan. Saat
salah satu dari awan itu berada di atas tumpukan gandum, awan itu
menumpahkan emas sehingga melimpah ruah, sedangkan awan yang satu lagi
menumpahkan perak ke tumpukan jewawut sehingga melimpah ruah.” (Al
Haitsamiy berkata, “Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Al Bazzar. Para perawi
Al Bazzar adalah para perawi hadis shahih.” Hadis ini juga dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Ash Shahiihah, 1:25)
Nabi Ayyub Sembuh
dari Sakit
Setelah berlalu sekian lama, yaitu delapan belas tahun
seperti yang diterangkan dalam hadis di atas, maka Ayyub memohon
kepada Tuhannya agar menghilangkan derita yang menimpanya, ia berkata,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan
Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang.” (QS. Al Anbiyaa’:
83)
Maka Allah mewahyukan kepada Ayyub agar menghentakkan
kakinya ke tanah, lalu Ayyub melakukannya, tiba-tiba memancarlah air yang
sejuk, kemudian ia mandi daripadanya, lalu Ayyub sembuh dengan izin Allah ‘Azza
wa Jalla. Tidak ada satu pun luka dan penyakit yang dirasakannya
kecuali sembuh seluruhnya, ia juga meminum air itu, sehingga tidak ada satu
penyakit yang ada dalam tubuhnya kecuali keluar dan dirinya kembali sehat
seperti sebelumnya sebagai orang yang rupawan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghilangkan
penyakit yang menimpa Ayyub dan jasadnya kembali sehat, Dia juga memberikan
kekayaan lagi kepadanya, mengembalikan harta dan anaknya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
وَءَاتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ
“Dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami
lipatgandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan
untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. Al Anbiyaa’:
84)
Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Ayyub
sebagai teladan dalam kesabaran yang patut ditiru.
Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa
shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam.
|
0 komentar:
Posting Komentar